Kejari Aceh Barat Daya Laksanakan Eksekusi Cambuk Terhadap 13 Terpidana Pelanggaran Qanun

Nasional36 Dilihat

Aceh Barat Daya- Kamis tanggal 27 November 2025 sekira pukul 10.00 WIB, bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, telah dilaksanakan eksekusi cambuk terhadap 13 (tiga belas) terpidana pelanggaran Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Pelaksanaan uqubat cambuk tersebut disaksikan oleh tamu undangan dari perwakilan unsur Forkopimda Kabupaten Aceh Barat Daya.

Bahwa dari ke-13 (tiga belas) terpidana, 12 (dua belas) diantaranya terpidana laki-laki dan 1 (satu) terpidana perempuan. Dari ketiga belas (13) terpidana yakni 11 (sebelas) terdiri dari perkara Judi dan 2 (dua) dari perkara Ikhtilath (percampuran atau perbauran antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya dalam satu tempat).

Berdasarkan putusan Mahkamah Syar’iyah Blangpidie yang telah memiliki hukum tetap (inkracht) yaitu sebanyak 13 terpidana dalam perkara jarima maisir (perjudian) melanggar Pasal 18 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2024 Tentang Hukum Jinayat dan 2 terpidana dalam perkara jarima ikhtilath melanggar Pasal 25 Ayat (1) Jo Pasal Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat.

Dari ke-13 terpidana yang dieksekusi hari ini, 3 (tiga) perkara Judi Jenis Ludo yakni Herman Fauzianto Bin Abbas Hamid, Parmadi, S.H Bin Mustafa dan Zulfa Safutra Bin Alm Muslim B dengan hukuman cambuk sebanyak 12 kali cambukan dari Putusan Mahkamah Syar’iyah Blangpidie.

Sementara 8 (delapan) terpidana pelanggar perkara Judi Online yakni Muhammad Haikal Bin m. Zaman Syarif mendapat hukuman sebanyak 12 Kali Cambuk, Rahmad Ferdi Bin Alm Anuar dengan hukuman sebanyak 12 Kali Cambuk, Yusrizal Bin Yusnawi dengan hukuman sebanyak 12 Kali Cambuk, Muhammad Ilham DR Bin Darmi dengan hukuman sebanyak 12 Kali Cambuk, Ismail Bin Alm Nasrial dengan hukuman sebanyak 16 Kali Cambuk, Nahyut Tanpizi Bin Rasyidin dengan hukuman sebanyak 10 Kali Cambuk, Kiki Parika Bin Abu Bakar G dengan hukuman sebanyak 10 Kali Cambuk, Syarwin Bin Alm. Marhaban Ali dengan hukuman sebanyak 10 Kali Cambuk. Dari kedelapan terpidana perkara Judi Online ini dengan hukuman cambuk bervariatif sesuai dengan Putusan Hakim Mahkamah Syar’iyah Blangpidie.
Bahwa sebanyak 2 (dua) terpidana perkara Ikhtilat yakni Safrizal Bin Razali dan Eli Marlinda Binti Syahrizal, keduanya dengan hukuman takzir cambuk sebanyak 23 kali cambuk.

Bahwa dari ketiga belas (13) terpidana tersebut, masing-masing dengan pengurangan eksekusi cambuk sebanyak 1 kali pengurangan cambuk karena terhadap masing-masing tahanan telah menjalani masa tahanan di Lapas Kelas IIB Blangpidie.

Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, Bambang Heripurwanto, S.H., M.H., dalam sambutannya yang disampaikan oleh Kasi Tindak Pidana Umum, Fakhrul Rozi Sihotang, S.H., M.H., Dalam syariat Islam, penetapan dan implementasi hukuman cambuk mempunyai beberapa maksud dan tujuan, diantaranya : pencegahan, perbaikan dan pendidikan, dan kemaslahatan bagi masyarakat. Pencegahan dilakukan untuk menahan orang yang berbuat jarimah untuk tidak mengulangi perbuatannya, sedangkan perbaikan dan pendidikan bermaksud untuk mendidik pelaku untuk menjadi orang baik dan sadar akan kesalahannya, dan memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan bukan berarti membalas dendam, melainkan sesungguhnya untuk kemaslahatannya.
Pencegahan bertujuan untuk menahan orang yang berbuat jarimah agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimahnya. Selain mencegah pelaku, pencegahan juga bermaksud mencegah orang lain selain pelaku supaya ia tidak ikut-ikutan untuk melakukan jarȋmah, supaya ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku juga akan diberikan terhadap siapa pun yang juga melakukan perbuatan yang sama.

Kejaksaan sebagai lembaga eksekutor telah melaksanakan tugas, pokok dan fungsinya sebagai lembaga penegakan hukum. Pada kegiatan pelaksanaan hukuman cambuk membuktikan bahwa Kejaksaan sebagai pengendali perkara dan memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum.

Diharapkan Syariat Islam yang dituangkan di dalam Qanun Aceh sebagai hukum positif (fiqih) Aceh yang menjadi sub-sistem dalam sistem hukum nasional dan sistem peradilan nasional ini, akan tetap berada di bawah naungan Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah dan tetap berada dalam bingkai sejarah panjang pemikiran fikih dan penerapan syariat Islam dan akan tetap bertumpu pada budaya dan adat istiadat lokal masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, serta sistem hukum yang berlaku di dalam NKRI.